Tak usah dipertanyakan apakah manusia ingin bahagia atau tidak. Sudah jelas dan pasti, setiap manusia ingin hidup bahagia. Bermacam-cama cara dilakukan demi sebuah kata bahagia terwujud. Jalan bahagia ini pun beragam macamnya. Ada yang merasa bahagia jika bisa traveling ke tempat-tempat wisata dunia. Ada yang ingin populer sampai rela menempuh jalan tak masuk akal karena yakin letak bahagianya di sana. Bahkan tak sedikit yang meyakini bahagia otomatis bisa datang dengan menyemutnya harta di sekitar. Sayangnya, banyak sekali kasus orang yang terlihat bahagia justru memilih untuk mengakhiri hidupnya. Harta, jabatan, popularitas itu justru menjauhkan rasa bahagia. Nah, lalu bahagia seperti apa yang sebenar-benar bahagia?
Lima kunci bahagia menurut Islam
Bahagia bukan trik sulap yang sekali simsalabim langsung muncul. Bahagai butuh diperjuangkan. Nah, berikut ini jalan menuju bahagia sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad ﷺ:
1. Sabar
Rasa sabar ini mutlak dihadirkan pada dada setiap muslim. Sebab manusia sejak dari lahir hingga ajal menjemput tak lepas dari yang namanya ujian. Allah berfirman, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun.” (TQS. Al-Baqarah: 155-156).
Ketika kita berhasil menghadirkan rasa sabar, maka sebesar apapun musibah justru membuat kita semakin dekat kepada Allah. Hati menjadi tenang.
2. Syukur
Peribahasa lama mengatakan, ada biduk serumpu pula. Selalu merasa kurang dan tidak puas dengan apapun yang sudah dimiliki. Persis seperti itulah hati manusia yang tidak menanamkan rasa syukur. Padahal Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (TQS. Ibrahim: 7)
Jika kita mencermati ayat di atas, alangkah merugi bagi hati yang tidak bersyukur. Padahal dengan rasa syukur Allah justru menambah nikmat yang telah didapatkan.
3. Ikhlas
Menerima kondisi dan ketetapan Allah dengan rasa ikhlas. Hati akan diliputi ketenangan dan ketentraman. Tidak mudah mengeluh. Sebab segala perbuatan yang dilakukan hanya ditujukan pada Allah. Bukan meminta sanjungan atau pandangan orang lain. Ikhlas merupakan perkara hati, tidak ada yang tahu melainkan diri sendiri dan Allah.
Tak hanya ikhlas menerima ketetapan Allah, kita pun dituntut ikhlas dalam ketaatan, meninggalkan segala riya.
Al-Qurthubi berkata, al-Hasan pernah ditanya tenang ikhlas dan riya, kemudian ia berkata, “Di antara tanda keikhlasan adalah jika engkau suka menyembunyikan kebaikanmu dan tidak suka menyembunyikan kesalahanmu.”
4. Tawakal
Berusaha keras meraih suatu tujuan, lalu serahkan hasilnya kepada Allah Ta’ala. Itulah tawakkal. Bukan tidak melakukan upaya apapun. Begitu pun jika diuji kerasnya kehidupan, maka satu-satunya jalan supaya hati menjadi bahagia adalah berusaha semaksimal mungkin kemudian menyerahkan hasilnya pada Allah Ta’ala. Toh, apapun hasilnya yang dinilai Allah adalah prosesnya. Sehingga apabila hasil dari upaya tersebut tidak sesuai harapan, hati tidak hancur berkeping-keping. Maka rasa bahagia pun muncul.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Allah telah memberikna rizki kepada burung. Burung itu pergi dengan perut kosong dan kembali ke sarangnya dengan perut penuh makanan.” (HR. Al-Hakim)
5. Qana’ah
Sikap qana’ah ini menjadi kunci terakhir menuju tangga bahagia. Apapun yang diberikan Allah setelah upaya maksimal, maka qana’ah inilah yang menjadi tamengnya. Diberi kenikmatan, kesedihan, kekurangan, semua diterima. Insya Allah bahagia tak jauh dikejar. Menerima segala ketentuan Allah. Baik dan buruk menurut mata manusia, semuanya itu datangnya dari Allah Ta’ala.
Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu.” (TQS. Al-Baqarah: 216)
Lima kunci tangga menuju bahagia di atas jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka rasa bahagia akan memenuhi rongga dada. Hidup terasa tentram. Tak ada rasa waswas kehilangan. Sebab meyakini segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah. Kebahagiaan hakiki seorang muslim bukan pada berapa banyak harta, setinggi apa kedudukan di masyarkat, sebanyak apa keturunan, dan semisalnya. Namun kebahagiaan seorang muslim apabila ia mendapat rida Allah Ta’ala.
Bahagia Berlapis-lapis
Memilki rasa bahagia memang ‘membahagiakan.’ Namun masih ada yang jauh lebih ‘membahagian’ dari bahagia tersebut. Membahagiakan orang lain. Bukan hanya hati sendiri yang merasakan bahagia, tetapi membuat orang lain juga bahagia. Bahagia triple kill.
Rasulullah ﷺ. bersabda, “Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim atau menjauhkan kesusahan darinya atau membayarkan utangnya atau menghilangkan laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan.” (HR. Thabrani).
Meringankan beban orang lain merupakan amalan agung. Seseorang yang menderita akan tersenyum lebar ketika bantuan terulur padanya. Binar bahagia memancar dari matanya. Bagaimana dengan yang meringankannya? Tentu benar bahagia yang memancar dari matanya jauh lebih besar. Sebab ia telah menghadirkan kebahagiaan pada orang lain. Membahagiakan orang.
Pernah suatu ketika ada sahabat yang mengungkapkan isi hatinya pada Rasulullah. Ia merasa tidak bahagia dalam hidupnya. Ada ruang hampa dalam dadanya. Hatinya keras. Mendengar keluhan sahabat tersebut, Rasulullah bersabda, “Jika engkau ingin hatimu lunak, berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad). Bahagia memang tidak datang sendiri. Perlu diupayakan. Mengupayakan bahagia tidak sesulit yang dibayangkan. Bahagiakan orang lain. Mudah, bukan?